Jumat, 28 Oktober 2011

here after



           Aku duduk sendri di tempat duduk yang terletak di logam international airport. Malam sudah cukup larut ketika pesawat ku akhirnya mendarat boston. Musim panas suudah sepenuhnya meninggalkan boston,pelan-pelan di gantikan dgn anggin musim gugur  yang terasa sanggat menusuk tulang.
Salju belum tampak namun tetep sja rasanya seperti berada dalam kulkas. Untung aku mengenakan baju hangat dan kaus panjang sebanyak dua lapis di bawah  jaket tebal ku. Tidak lupa topi kupluk membungkus kepala ku, jika tidak kuping ku pasti berdengung.
            Selagi menunggu shuttle  yang akan mengantar ku ke penginapan, aku membuka secarik kertas yang berisi dua bait puisi karangan intan  yang tertulis di sana. “ A depressing infatuation about a ending agony”, itu lah nama puisi mantan kekasih ku.
            Cinta terlarang yang awalnya indah, tetapi harus terhenti di tengah  jalan. Ksrena kenyataan hidup lebih kuat untuk di kalahkan oleh ‘cinta’.
            Ku lipat kertas berisi puisi itu, lalu ku selipkan kedalam dompet ku. Setelah itu ku buka selembar foto yang ikut terlipat bersama kertas.
            Itu adalah foto intan dgn wajah menghadap ke camera, sedang tersenyum lebar . fto itu pasti di ambil di luar ruangan karena sinar matahari membuat kulit wajahnya becahaya indah.
            A depressing infatuation about a never ending agony. Aku tertawa sendiri karena menyadari betapa sempurnannya kalimat itu untuk menjelaskan perasaan ku kepada intan.
            Aku merindukannnya.
            Namu, kerinduan itu akan sanggat menyakitkan. Kukecup foto itu sebelum ku lipat dank u masukkan kembali ke dompet ku.
            Mobil itu behenti di depan ku, lalu supirnya seorang pria berusia 50an  lalu ia turun dan membantuku menaikkan semua koper dan barang-barang ku ke dalam bagasi mobil. Kemudian seorang wanita muda masuk dan duduk di dekat ku.
            “are  you going to Hilton , sir” tnya supir itu kepada ku.
            “sorry” tnya ku ulang, karna belum terbiasa mendengar asken amerika.
            “no, I’m the one who’s going Hilton” kata wanita di samping ku.
            “all right ma’am” kta supir tua kepada wanita itu.
            “darimana asal mu” kata wanita itu.
            “ aku dar Indonesia” jelas ku.
            “I hate history with an Indonesia once, malam yang sanngat berkesan lalu ia langsung meninggalkan ku” 
            “oh, maafkan aku” kata ku bersimpati. Aku langsung menyesali sikap ku yang kasar. “why did he leave”.
            Wanita itu hanya tertawa , aku menangkap nada getir dalam tawanya.
            “dia bilang, dia mencintaai orang lain”
            “dia mencintai orang lain tapi menghabiskan waktu dengan mu ?” Tanya ku.
            “ mungkin baginya aku hanya pelampiasan untuk melupakan wanita itu, ya pokoknya begiyu lah”
            “do you love him”
            Wanita itu tertawa mendengar ku “ love ? what is love , aku sudah melupakannya saat dia mengakui bahwa dia mencintai orang lai”
            Aku menghela nafas , ternyata ia juga di hadapkan dengan situasi yang sma dengan ku, well serupa tapi sedikit berbeda.
            Aku bertukar cerita dengannya “wanita itu…dia sudah bersuami. Kami sempat setuju untuk hidup bersama, namun pada akhirnya ia tidak bias meninggalkan ank dan suaminya”
            “ oh, wow , kamu mencintai wanita yang bersuami” ia bertanya dengan nada keras.
            Aku tertawa sejenak, dan aku menjelaskan padanya bahwa seorang pria yang telah memberikan segenap hatinya untuk wanita, akan sanggat susah untuk mencintai wanita lain. Lalu wanita itu mengangguk “good point” kata-kataku pasti menusuk hatinya, dengan segala penyesalan aku meminta maaf kepadanya atas kata-kata ku yang menyakitinya.
            “ you know what, peninggalan nya hanya secarik puisi” ungkap ku
Aku mengeluarkan kertas yang di berikan intan kepada ku. Kertas itu sudah agak lusuh, karena sudah terilap-lipat dan aku simpan di dompet ku. Wanita berwajah latin itu menerimanya, lalu ia membacanya dengan penerangan lampu jalan yang seadannya, nampaknya ia tak mau repot-repot menyalahkan lampu mobil.
            “A depressing infatuation about a ending agony, nice” dia mengangguk dgn alis terangkat. Dalam gelap aku bias melihat senyumannya yang terihat meremehkan.
            Aku ikut tertawa meskipun tidak ada yang lucu, mungkin aku hnya butuh sedikit tertawa untuk melupkan tetntang intan sejenak.
            Tanpa terasa ternyata aku telah sampai di hotel, dan setelah itu wanita itu pun pergi dan entah kemana. Sejak saat itu aku tidak pernah menjumpainya lagi.
            Hari-hari ku di boston aku habiskan dengan belajar terus-menerus agar aku bias melupakn intan untuk selama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar